Pantau Langsung Hutan Indonesia


Pantau Langsung Hutan Indonesia

Sangat miris mendapati kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara produsen karbon terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan China. Lebih parah lagi, kedua negara tadi melepas karbon sebagai akibat dari kegiatan industri, sementara negara kita dikarenakan kerusakan hutan.

Hal ini menjadi salah satu titik tolak Rhett A. Butler, pemilik situs Mongabay sekaligus seorang pemerhati lingkungan untuk merilis situs Mongabay-Indonesia (http://www.mongabay.co.id) pekan lalu (19/05). “Saya beruntung memiliki orang tua yang berbisnis di bidang agensi perjalanan sehingga sejak kecil dapat melihat berbagai keindahan di dunia, termasuk hutan-hutan tropis,” paparnya dalam pembukaan situs yang berlangsung di salah satu mal ternama di Jakarta.

Sayang, dalam perkembangannya, lanjut Butler, banyak terjadi perubahan atas kondisi hutan-hutan yang pernah ia lihat. Saat ingin menuliskan keberadaan hutan di dunia dalam bentuk buku, pihak penerbit menyarankan agar Butler membuatnya tanpa menyertakan foto-foto mengingat berbagai perubahan telah terjadi.

Inilah titik tolaknya menggagas situs Mongabay pada 1999. Lengkap dengan potret keberagaman hutan. Dalam perkembangannya, layanan pun menjadi multi bahasa, tidak sebatas bahasa Inggris. Seperti tagalog (Filipina) dan magyar (Hongaria).

Bahasa kita, juga menjadi perhatiannya, utamanya mengingat kondisi hutan Indonesia semakin memprihatinkan. “Lewat situs informasi dan edukasi Mongabay-Indonesia, kondisi hutan kita dipaparkan secara transparan,” tambah Ridzki R Sigit, koordinator Mongabay-Indonesia. “Selain isu hutan dan emisi Indonesia, kami juga menyajikan informasi seputar keanekaragaman hayati serta pertanian.”

Harapannya, dengan kehadiran situs hijau ini seluruh masyarakat Indonesia dapat turut  memantau keberadaan hutan bahkan turut memberikan kontribusi positif untuk mempertahankan tutupan hutan tropis kita. Apalagi, saat peresmian situs Mongabay-Indonesia juga diputar sebuah film dokumenter bertajuk “Masyarakat Adat, Penjaga Hutan Sejati Indonesia.”

Sejatinya, kita mesti merasa bangga, bahwa hutan tropis Tanah Air merupakan salah satu yang tersisa di dunia. Namun di sisi lain, tanpa pengelolaan secara arif, dikhawatirkan tutupannya akan terus berkurang. Saat ini, Papua merupakan kantong hutan terbesar di Indonesia, sedangkan Jawa—sebagai pulau terpadat di dunia—merupakan daerah dengan hutan paling sedikit, jumlahnya hanya lima persen dibanding daratannya.

Sumber : National Geographic Indonesia

Misi Hari Museum Internasional 2012 : Cintai Museum dan Benahi Pengelolaan


Misi Hari Museum Internasional 2012 : Cintai Museum dan Benahi Pengelolaan

Peringatan hari museum internasional yang jatuh pada tanggal 18 Mei setiap tahunnya dinilai menjadi momentum pas untuk membangkitkan kembali kecintaan terhadap museum. Selama ini, museum hanya dipandang benda mati yang tidak memiliki arti sama sekali.

Hal ini ditegaskan oleh Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) Yogyakarta, Jhohannes Marbun, di sela-sela aksi peringatan hari museum internasional di Yogyakarta, Minggu (20/5). Ia mengatakan bahwa museum adalah bagian penting dari proses kehidupan manusia dalam menyelamatkan ilmu pengetahuan. Museum pun memberikan tawaran kepada publik untuk bisa mengakses pengetahuan.

“Sayangnya, publik belum maksimal menggunakan akses museum ini. Museum masih dipandang sebagai institusi yang tidak bergengsi,” papar Jhohannes.

Persoalan yang masih ada selama ini adalah pengelolaan museum. Museum seharusnya dikelola oleh tenaga ahli dan profesional yang paham dengan benda cagar budaya. Namun yang terjadi, belum banyak tenaga profesional yang berkecimpung dalam pengelolaan museum.

Masalah lain soal museum adalah tentang peraturan pemerintah. Selama ini, hanya ada satu pasal yang mengatur tentang museum. Padahal, peraturan ini menjadi penting untuk keberadaan museum sendiri. “Seperti yang terjadi di Yogyakarta yakni kasus pencurian emas di Museum Sonobudoyo. Selama setahun lebih, kasus ini belum bisa diusut tuntas. Seharusnya, peraturan museum lebih tegas dan memiliki banyak turunan,” tambah Jhonannes.

Pengelola museum, kata Jhohannes lagi, perlu mencari cara yang kreatif untuk menarik pengunjung. Bisa dilakukan dengan mengakses potensi dari luar untuk menambah koleksi.

Koordinator Aksi Peringatan Museum Internasional Ima Achyar tak menampik bila pengelolaan museum di Indonesia khususnya di Yogyakarta belum maksimal. Pengelolaan ini akhirnya berdampak pada minat untuk mengunjungi museum. “Museum adalah ensiklopedi masa lalu yang berisi artefak-artefak. Museum seharusnya menjadi tempat bagi kita semua untuk menimba pengetahuan,” katanya.

Dalam perayaan Hari Museum Internasional ini yang bertema “Museum Dalam Dunia Yang Berubah”, ia berharap semua pihak lebih peka terhadap keberadaan museum.

National Geographic Indonesia

Sumber : National Geographic Indonesia

Kembalikan Alam Pada Kearifan Lokal


Kembalikan Alam Pada Kearifan Lokal

Bukti-bukti di alam membuktikan jika aset alami Bumi jauh lebih baik jika berada di bawah kontrol masyarakat lokal. Penanganan dengan kearifan lokal juga menjamin keberlangsungan hutan, air, tanah, dan sumber daya alam lainnya.

Selain itu, kebijakan masyarakat yang akrab dengan alamnya mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan lingkungan aman di area rural maupun urban. Demikian pendapat yang disampaikan Direktur The International Institute for Environment and Development (IIED), Camilla Toulmin, dalam makalah yang disusun menyambut Rio Summit (Rio 20+), di Brasil, 20-22 Juni 2012 mendatang.

Menurut Toulmin, ada tiga aksi yang harus dilakukan para pemimpin negara-negara di dunia untuk bisa melakukan pembangunan berkelanjutan. Mengembalikan aset pada kearifan lokal jadi satu dari tiga cara tersebut. “Saat Pemerintah mengakui hak dan pengaturan dari komunitas lokal, itu sama saja dengan menyetujui keputusan berjangka panjang dan manajemen berkelanjutan dari aset-aset penting,” kata Toulmin.

Cara kedua, tambah Toulmin, adalah dengan penilaian realistis antara untung-rugi biaya lingkungan. Nilai yang ada sekarang ini cenderung tidak seimbang dan hanya menggunakan pendapatan domestik bruto (PDB) sebagai patokan. Padahal PDB dianggap tidak mewakili kesejahteraan manusia dan bisa menutupi pembangunan yang tidak berkelanjutan.

“Langkah pertama dan terpenting adalah meningkatkan harga karbon dan mengakhiri subsidi bahan bakar fosil,” kata Toulmin.

Cara terakhir adalah dengan memperkuat ketahanan dengan cara penetapan kebijakan berjangka panjang. Atau dengan menetapkan aktivitas ekonomi beragam. Ini untuk mencegah adanya dampak guncangan ekonomi dan sosial yang saat ini rentan sekali terjadi. “Suplai energi desentralisasi, pendekatan baru untuk mengatasi padatnya penduduk, atau model bisnis yang berbeda, jadi penghalang untuk mencegah guncangan yang biasanya menghantam komunitas,” kata Toulmin lagi.
Sumber: IIED

Forum Dunia Gagal Lindungi Harimau


Forum Dunia Gagal Lindungi Harimau

Pada November 2010, Forum Internasional Harimau atau biasa disebut Forum Harimau, mengeluarkan deklarasi pelestarian kucing terbesar di dunia itu. Dipimpin oleh Perdana Menteri Rusia, Vladimir Putin, di St. Petersburg, 13 negara pesertanya sepakat meningkatkan dua kali lipat jumlah harimau di tahun 2020.

Jumlah harimau di tahun 2010 berjumlah 3.200 ekor di seluruh dunia. Dengan target di Forum Harimau, diharapkan jumlah itu akan meningkat menjadi lebih dari 7.000 ekor. Namun, target ini dikhawatirkan gagal tercapai berdasarkan data yang dikeluarkan oleh WWF.

Data menyebutkan, jika 65 persen harimau di dunia masih belum mendapat perlindungan minimum. 41 dari 63 harimau yang dilindungi bahkan tidak bisa melawan pesatnya perburuan yang terjadi di sekitar habitat mereka.

“Sedang dilakukan perkembangan untuk memenuhi target melipatgandakan jumlah harimau. Tapi Pemerintah juga harus serius untuk menghentikan perburuan liar, jika tidak mau semua kerja keras mereka sia-sia,” kata Mike Baltzer sebagai Kepala Tigers Alive Initiative WWF, Senin (21/5).

Sudah tiga spesies harimau yang punah di dunia, dua di antaranya dari Indonesia. Yakni harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali (Panthera tigris balica). Sedangkan satu harimau lagi adalah kaspia (Panthera tigris virgata) yang juga tidak ada lagi di dunia.

Masih tersisa enam subspesies harimau. Namun, dua di antaranya harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) dan harimau China Selatan (Panthera tigris amoyensis), masuk dalam kategori sangat terancam punah dalam daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN).

“Dibutuhkan gerakan anti perburuan yang terkoordinir. Ini wajib dilakukan dan diterapkan segera untuk bisa mencegah adanya lagi perburuan,” kata Ravi Singh, Kepala WWF-India.
Sumber: Mongabay, WWF

Penikmat Kopi Miliki Risiko Kematian Lebih Rendah


Penikmat Kopi Miliki Risiko Kematian Lebih Rendah

Menurut penelitian dari National Cancer Institute (NCI) di Amerika Serikat, orang dewasa yang meminum kopi ternyata memiliki risiko kematian lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak. Studi terbaru tersebut menyebutkan bahwa peminum kopi memiliki risiko lebih rendah terserang penyakit jantung, penyakit pernapasan, stroke, diabetes, dan infeksi. Namun, untuk penyakit kanker, belum dapat diketahui apakah kopi berpengaruh.

Neal Freedman, peneliti dari NCI dan timnya meneliti 400.000 wanita dan pria berumur antara 50-71 tahun. Peneliti menemukan bahwa semakin banyak meminum kopi, risiko kematian karena penyakit-penyakit tersebut akan semakin berkurang. Mereka yang mengonsumsi kopi sebanyak tiga kali sehari memiliki resiko kematian sepuluh persen lebih rendah.

“Kopi adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di Amerika, dan hubungan antara kopi dan resiko kematian telah kami temukan secara keseluruhan,” papar Freedman. “Walaupun penelitian telah menemukan hubungan sebab-akibat, tetapi kopi mengandung lebih dari 1.000 komponen yang mempengaruhi kesehatan. Penelitian ini masih belum pasti karena banyaknya komponen tersebut,” tambahnya.

Studi terbaru ini merupakan satu dari ribuan penelitian soal kopi. Setiap temuan soal dampak kesehatan kopi sering kali menimbulkan kontradiksi apakah minuman asal Ethiopia ini menimbulkan efek negatif atau positif. Namun, dilansir dari coffeefacts, tidak dipungkiri jika kopi memiliki beberapa efek positif untuk kesehatan seseorang.

Selain bisa mengurangi risiko penyakit-penyakit di atas, kopi ternyata bisa mengurangi risiko penyakit Alzheimer dan Parkinson. Kopi juga diketahui mengandung anti oksidan yang bisa mencegah kerusakan sel.

Sedangkan efek negatif dari kopi secara mayoritas lebih sering karena kandungan kafein di dalamnya. Penelitian menyebut jika mengonsumi kopi berkafein bisa menyebabkan masalah di dinding arteri. Selain itu, konsumsi kopi berlebih juga bisa menyebabkan kekurangan magnesium atau hypomagnesaemia.
Sumber: sciencedaily, coffeefacts

Terapi Ikan Berpotensi Sebabkan Infeksi Kulit


Terapi Ikan Berpotensi Sebabkan Infeksi Kulit

Sejumlah peneliti asal Inggris menyebutkan bahwa Fish pedicure yang kini marak digelar di spa dan pusat kebugaran lainnya berpotensi menyebarkan berbagai patogen dan infeksi akibat bakteri pada pasien. Saking bahayanya, mereka sampai-sampai mengirimkan surat peringatan yang dipublikasikan di jurnal Emerging Infectious Diseases, sebuah publikasi milik US Centers for Disease Control and Prevention.

Terapi yang dikenal juga dengan istilah ichthyotherapy ini melibatkan hewan yang disebut dengan ikan dokter atau “Garra rufa” yang merupakan spesies ikan sungai asal Eurasia (Eropa dan Asia). Ikan-ikan ini ditempatkan pada bak di spa, kemudian kaki – atau bahkan seluruh tubuh – pasien dicelupkan ke dalamnya. Ikan-ikan ini kemudian akan memakan kulit mati atau yang ingin disingkirkan dari tubuh.

Menurut peneliti asal Center for Environment, Fishes & Aquaculture Science (CEFAS), ikan-ikan tersebut bisa jadi merupakan sumber dari berbagai organisme dan penyakit. Beberapa di antaranya bisa menyebabkan infeksi jaringan lunak yang bisa menyebar di kulit manusia. Apalagi banyak di antaranya merupakan infeksi yang tahan terhadap antibiotik.

David Verner-Jeffreys, ketua tim peneliti menyatakan, di Inggris saja, pada tahun 2011 lalu terdapat lebih dari 280 lokasi ‘spa ikan’ dengan sekitar 15 sampai 20 ribu ekor ikan didatangkan per minggunya dari sejumlah negara-negara Asia. Mereka juga mencatat, pada April 2011 lalu, sebanyak 6.000 ekor ikan diimpor ke sejumlah spa-spa di Inggris dari Indonesia.

Ternyata, ikan-ikan ini terkena wabah penyakit yang menyebabkan pendarahan dari mulut, insang dan perut mereka, dan menyebakan kematian hampir seluruh ikan tersebut. Akibat kasus ini, para ilmuwan Inggris menemukan tanda-tanda adanya infeksi akibat bakteria (disebabkan oleh patogen yang disebut dengan S agalactiae) yang ada di hati, ginjal, dan limpa para ikan tersebut.

“Akibat kasus ini, kami melakukan lima kali penyensoran terhadap ikan-ikan yang diimpor lewan bandara Heathrow dan menemukan tanda-tanda lebih lanjut terkait infeksi dan sejumlah patogen tambahan,” ucap Verner-Jeffreys. “Banyak di antaranya yang ternyata kebal terhadap obat-obatan antimikrobial seperti tetracycline, fluoroquinolone, dan aminoglycoside,” ucapnya.

Verner-Jeffreys menyebutkan, mereka yang sangat terancam adalah mereka yang tengah berkutat dengan diabetes, penyakit liver, dan atau punya masalah kekebalan tubuh.

George A. O’Toole, professor dari Department of Microbiology and Immunology, Geisel School of Medicine, Dartmouth, Hanover, Amerika Serikat menyebutkan, sangatlah tidak mungkin melakukan sterilisasi terhadap ikan-ikan ini. “Adapun untuk airnya, meski Anda membuangnya setelah pasien selesai terapi, organisme-organisme itu akan membentuk komunitas di permukaan bak tersebut,” kata O’Toole.

“Membasuhnya saja tidak cukup. Anda perlu melakukan sterilisasi terhadap bak penampung ikan setiap satu pasien selesai terapi. Jika tidak, mereka akan tetap ada di sana meski airnya telah diganti dengan yang baru,” ucapnya.

Praktek pengangkatan kulit mati ataupun kulit yang rusak menggunakan ikan air tawar ini sendiri sudah dilarang di banyak negara bagian di Amerika Serikat. Sayangnya, saat ini terapi tersebut justru sedang marak-maraknya di Inggris dan sejumlah negara lain di dunia.
Sumber: News24

Gempa Vulkanik Dijadikan Alat Deteksi Gunung Meletus


Gempa Vulkanik Dijadikan Alat Deteksi Gunung Meletus

Gempa bumi sering kali menjadi pertanda letusan gunung berapi, contohnya seperti yang terjadi di gunung St. Helens, Amerika Serikat, pada tahun 1980 lalu. Namun, upaya selama berdekade-dekade untuk memanfaatkan guncangan itu sebagai pendeteksi waktu dan kekuatan letusan gunung berapi terbukti gagal.

Tetapi kini sejumlah peneliti dari berbagai disiplin ilmu telah mengembangkan model yang bisa membantu memberi peringatan akan letusan berbahaya, beberapa jam sebelum terjadi. Dari studi yang dilakukan para peneliti dari University of Leeds, Inggris tersebut, diketahui bahwa jawabannya ada di bagaimana perilaku magma.

Magma akan terpecah jika ditarik dengan cepat. Saat naik di dalam saluran utama gunung berapi, magma akan membuat retakan-retakan dalam. Retakan ini melumerkan magma, membantunya terpecah di titik-titik lain, mengalir lebih cepat, dan menyebabkan semakin banyak pelumeran terjadi.

Deretan kejadian pecahnya magma dapat menjelaskan gelombang gempa bumi berfrekuensi rendah yang pada penelitian-penelitian terdahulu telah terdeteksi dari gunung berapi. “Analisa terhadap guncangan-guncangan ini dapat menentukan seberapa cepat magma bergerak naik dan kemudian bisa ditentukan untuk memprediksi letusan,” kata Jurgen Neuberg, geofisikawan dari University of Leeds yang memaparkan laporannya di jurnal Geology.

Sebuah model kemudian dikembangkan oleh tim lain mengingat guncangan yang diakibatkan oleh magma yang berada di rongga-rongga gunung bergerak bolak balik seperti memantul-mantul. Menurut Mark Jellinek, ketua tim peneliti yang merupakan volkanolog dari University of British Columbia, kecepatan magma bergoyang juga sama dengan frekuensi dominan sebagian besar guncangan vulkanik.

Saat letusan dahsyat semakin dekat, model yang dibuat mengindikasikan bahwa frekuensi guncangan vulkanik akan meningkat dalam pola yang bisa diprediksi. Letusan eksplosif akan menghasilkan gas yang akan menyempitkan kolom magma menjadi lebih tipis, kaku, dan bergetar lebih cepat.

Kedua tim peneliti menyatakan, mereka akan terus memperbaiki pemodelan yang mereka buat dengan menambahkan data-data dari gunung berapi. Upaya untuk memprediksi letusan eksplosif di masa depan akan melihat pula faktor perubahan pada emisi gas serta bagaimana gunung berapi berubah secara fisik sebelum letusan terjadi.

“Jika kita bisa memanfaatkan seluruh data-data ini secara bersama-sama, kita kemungkinan bisa mencegah datangnya tragedi,” kata Neuberg.
Sumber: Scientific American

Cegah Punah, China Beri Makan Lumba-Lumba


Cegah Punah, China Beri Makan Lumba-Lumba

Pihak berwenang pemerintah China telah menambahkan 50 ribu ekor ikan air tawar ke perairan danau Poyang pada pekan lalu. Tujuannya adalah agar lumba-lumba tak bersirip Yangtze (Neophocaena phocaenoides asiaeorientalis) yang tinggal di sana punya sesuatu untuk dimakan.

Dilansir oleh kantor berita Xinhua, sekitar 300 sampai 500 ekor lumba-lumba tak bersirip tinggal di danau Poyang, di kawasan utara provinsi Jiangxi, China. Jumlah tersebut merupakan sepertiga sampai setengah jumlah spesies lumba-lumba tersebut yang masih tersisa di dunia.

Lumba-lumba itu mengalami penurunan drastis atas jumlah populasi mereka, khususnya dalam beberapa tahun terakhir. Secara total, dari perkiraan sekitar 2.700 ekor yang tersisa pada tahun 1991 di seluruh dunia, di tahun 2011 lalu jumlah spesies tersebut hanya tersisa 1.000 ekor saja.

Tahun ini, kondisinya tidak membaik. Sebanyak enam ekor lumba-lumba ditemukan tewas di danau Poyang. Selain itu, ditemukan pula 12 ekor Neophocaena phocaenoides asiaeorientalis (salah satunya betina yang tengah hamil) yang mati di danau Dongting, di kawasan provinsi Hunan. Ironisnya, dari survei yang digelar awal tahun ini, hanya ada 65 ekor lumba-lumba saja di Dongting. Artinya, kematian 12 ekor lumba-lumba di antaranya tentu sangat mengantam populasi spesies, yang sudah sangat kecil itu.

Menurut laporan yang sama, setidaknya masih ada lima ekor lumba-lumba lagi yang mati dan terdampar di sungai Yangtze, sungai yang menghubungkan kedua danau. Secara total, kematian hewan itu mencapai 20 ekor. Meski demikian, World Wide Fund for Nature menyatakan, jumlah kematian lumba-lumba di kawasan tersebut lebih tinggi lagi. Mencapai 32 ekor.

Menurut pakar, kematian lumba-lumba di tempat-tempat yang terpisah tersebut merupakan akibat polusi dan juga permukaan air yang sangat rendah akibat musim kering serta perubahan iklim. Sebagian pakar lain berteori tentang adanya penyakit dan akibat dari digunakannya jaring ikan yang dialiri listrik.

Meski ada lumba-lumba yang tewas akibat baling-baling kapal milik nelayan, banyak di antara lumba-lumba yang tewas itu menunjukkan tanda-tanda kelaparan. Faktor inilah yang mendorong pihak berwajib untuk memasok ikan ke danau Poyang.

Lumba-lumba tak bersirip, dinamai demikian karena mereka hanya memiliki bubungan kecil, bukan sirip vertikal di punggungnya. Selain di China, spesies ikan ini juga bisa dijumpau di perairan lepas pantai Jepang, Korea, dan Indonesia. Tetapi, hanya spesies yang tinggal di Yangtze saja yang mampu hidup di air tawar.

Poyang dulunya merupakan danau air tawar terbesar yang ada di China. Sayang, konstruksi bendungan Three Gorges Dam, serta musim kering yang terus terjadi telah memangkas ukuran luas danau itu sebesar hampir 95 persen dan mengakibatkan rusaknya ekologi di kawasan tersebut.
Sumber: Xinhua

Subak di Bali Diakui Sebagai Warisan Budaya Dunia


Subak di Bali Diakui Sebagai Warisan Budaya Dunia

Badan PBB untuk Pendidikan, Keilmuwan, dan Budaya, UNESCO, mengakui budaya Subak dari Bali sebagai bagian dari warisan dunia. Subak dianggap sebagai sistem irigasi yang dapat mempertahankan budaya asli masyarakat Bali. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Windu Nuryanti, mengutarakan bahwa sistem pengairan Subak dari masyarakat Bali telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia (World Heritage).

Masih menurut Windu, keputusan resmi akan ditetapkan melalui sidang ketok palu di St Petersburg, Rusia, di 20 Juni 2012 mendatang. “Bahwa budaya Subak ini dianggap memiliki Outstanding Universal Values. Jadi memiliki nilai budaya yang luar biasa, yang masih bisa ditunjukan bukti-buktinya sebagai kultur hidup yang diikuti oleh masyarakat adat di Bali. Subak adalah sistem kehidupan yang masih diikuti oleh masyarakat,” kata Windu.

Ia pun menambahkan, Subak dinilai menciptakan perekat sosial pada masyarakat Bali. Sebelumnya beberapa jenis warisan budaya Indonesia telah diakui oleh UNESCO, di antaranya batik, keris, Candi Prambanan, juga alat musik angklung serta karinding.

Penetapan Subak ini bertepatan dengan 40 tahun Konvensi Warisan Budaya Dunia. Konvensi yang dimulai pada tahun 1972 ini merupakan pakta internasional untuk melestarikan budaya dan warisan alami yang tersebar di penjuru dunia.

Pakta ini berbeda dengan perjanjian internasional lainnya. Karena mengakui adanya interaksi manusia dengan alam dan bagaimana cara menyeimbangkan keduanya. Untuk perayaan istimewa tahun ini, Konvensi Warisan Budaya Dunia merayakan pembangunan berkelanjutan dan peran dari komunitas lokal.
Sumber: ANTARA, KBR68H, Unesco.org

Bunga Bangkai Mekar di Palupuh


Bunga Bangkai Mekar di Palupuh

Bunga Rafflesia Arnoldi mekar di Cagar Alam Batang Palupuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Bunga Rafflesia ini akan terus mekar hingga sepekan ke depan.
Menurut catatan Rafflesia Monitoring Team (RMT) Padang, bunga Patma di kawasan cagar alam tersebut terbilang paling sering menampakkan keindahannya saat mekar. “Di Palupuh, bunga ini kembang secara rutin,” ujar peneliti dari RMT, Pitra Akhriadi, pada VIVAnews.com, Senin, 21 Mei 2012.

Proses mekarnya bunga bangkai ini tercatat sebagai yang kesekian kalinya di kawasan tersebut. Bunga yang memiliki diameter sekitar 80 hingga 120 cm ini diketahui mekar sejak kemarin, Minggu, 20 Mei 2012.

Berdasarkan catatan dari RMT Padang, bunga Rafflesia Arnoldi juga pernah mekar di sejumla tempat di Sumbar. Dalam rentang waktu tahun 2000 hingga 2006, bunga ini tercatat sempat mekar beberapa kali di kawasan Cagar Alam Mega Mendung.

Hanya saja, keberadaan bunga yang dikenal sebagai tumbuhan parasit ini sudah tidak ditemukan lagi di kawasan Mega Mendung yang beralih fungsi menjadi kawasan wisata. “Saat ini, bunga tersebut sudah tidak bisa dijumpai lagi karena habitatnya sudah beralih fungsi,” kata Pitra.

Populasi bunga ini di Sumbar terhitung sedikit. Dari sejumlah kawasan hutan di Sumbar, keberadaan bunga ini hanya bisa ditemukan di empat titik. “Di Bukittinggi ada dua titik (termasuk Palupuh), Payakumbuh satu titik, dan di Mega Mendung—yang saat ini sudah hilang,” ujarnya.

Menurutnya, selain Rafflesia Arnoldi, di Sumbar juga jenis bunga bangkai lainnya seperti Rafflesia Gadutensir dan Rafflesia Hasseltii.
Rafflesia Gadutensis bisa ditemukan di kawasan Bukit Barisan.

Rafflesia jenis ini termasuk spesies yang rentan terhadap kunjungan manusia namun lebih sedikit dibanding spesies sejenisnya, Rafflesia Hasselti. Rafflesia Gadutensis merupakan spesies endemik Pulau Sumatera.

Sedangkan Rafflesia Hasseltii memiliki sebaran yang cenderung lebih luas dibanding Rafflesia Gadutensis. Rafflesia Hasseltii ditemukan pertama kali di kawasan hutan di Solok Selatan, Sumatera Barat. Bunga ini juga pernah dijumpai di kawasan hutan bagian timur Sumbar dan wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat, serta kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) Riau.

Sumber : Vivanews