Pergerakan Pasir di Planet Mars


Pergerakan Pasir di Planet Mars

Perangkat angkasa milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Mars Reconnaissance Orbiter, merekam pergerakan pasir di permukaan Planet Mars. Peristiwa ini terbilang mengejutkan karena kondisi cuaca dan atmosfer planet merah itu.

Mars memiliki atmosfer yang lebih tipis dari Bumi. Kecepatan angin di Mars juga jauh lebih lemah dan jarang. Namun, pergerakan pasir di Mars nyaris menyerupai pergerakan di Bumi.

Pergerakan ini direkam oleh High Resolution Imaging Science Experiment (HiRISE) yang terdapat di Mars Reconnaissance Orbiter. Disimpulkan dalam jurnal Nature yang dirilis Rabu (9/5), gundukan pasir tersebut memiliki ketebalan 61 meter dan bergerak sejajar dengan permukaan Mars.

“Penemuan ini akan membantu para peneliti untuk memahami perubahan kondisi Mars dalam skala global,” ujar Kepala Program Eksplorasi Mars NASA Doug McCuistion. Selain itu, kata McCuistion, pemahaman terhadap permukaan Mars yang dinamis akan jadi informasi penting dalam perencanaan eksplorasi Mars. Baik menggunakan robot maupun misi pengiriman manusia.

Para peneliti menganalisa foto yang diambil di tahun 2007 dan 2010 di wilayah Nili Patera, gundukan pasir berlokasi di dekat garis khatulistiwa Mars. Dengan menghitung gerak lapisan, disimpulkan jika gundukan tersebut benar bergerak. Gerakan ini akhirnya memungkinkan pengukuran volume dan aliran pergerakan pasir.

“Kami memilih Nili Patera karena tahu ada pergerakan pasir di sana yang bisa kami ukur. Gundukan pasir di sana juga mirip dengan gundukan di Antartika dan beberapa lokasi lainnya di Mars,” ujar Nathan Bridges, peneliti dari Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory.

Hasil studi ini juga memperkaya informasi mengenai pengikisan batu oleh pasir di Mars. Dengan memperhitungkan volume pasir yang bergerak, para peneliti memperkirakan bebatuan di Nili Patera akan terkikis layaknya bebatuan di Antartika.
Sumber: Science Daily

Tata Kota Humanis, Seimbang di Segala Bidang


Tata Kota Humanis, Seimbang di Segala Bidang

Indonesia membutuhkan perencanaan kota yang humanis. Keseimbangan faktor ekonomi, sosial, dan budaya menjadi kunci keseimbangan pembangunan kota. “Pembangunan saat ini cenderung hanya mementingkan aspek ekonomi, tanpa memperhatikan faktor sosial dan budaya. Bahkan, aspek alam pun seringkali diabaikan,” ujar Dosen Jurusan Aristektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, T Yoyok Wahyu Subroto dalam jumpa pers Festival Kota Gadjah Mada 2012 di UGM, Jumat (11/5).

Pembangunan yang tidak humanis, lanjutnya, akan menyebabkan konflik sosial dan krisis lingkungan. Fenomena ini membuat kondisi masyarakat terutama di perkotaan menemui kegagalan dalam menciptakan kehidupan yang manusiawi (humanis). Salah satu perencanaan kota yang tidak humanis adalah kecepatan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian. Perubahan lahan menjadi pemukiman menjadi contohnya.

Pemukiman, papar Yoyok, menjadi trend pembangunan saat ini. Akibatnya, harga–harga tanah melambung tinggi. “Seperti di Yogyakarta, harga tanahnya termahal kedua di antara Bali dan Jakarta,” tambahnya.

Pembangunan pemukiman tak jarang menutupi tanah-tanah yang seharusnya tidak boleh ditutupi oleh bangunan yang menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem di bawahnya. Tak hanya itu, persoalan irigasi dan sanitasi juga menjadi dampak pemukiman. “Salah satu akibat yang lebih parah lagi adalah petani berubah menjadi buruh tani karena lahan mereka sudah hilang,” paparnya.

Fenomena perencanaan kota yang tidak humanis adalah berkurangnya ruang publik yang kini dijadikan ruang privat. Padahal sangat penting melakukan perencanaan kota yang menciptakan ruang nyaman dan efektif dalam mendukung kegiatan penduduknya. ”Masih sangat diperlukan kajian-kajian atau riset tentang perencanaan kota. Keterlibatan antara pemerintah dan akademisi pun masih perlu ditingkatkan.”

Ketua Pelaksana Festival Kota Gadjah Mada 2012 Wildan Abdurrahman pun tak menampik jika kota sangat membutuhkan perencanaan yang humanis. Humanis di sini, lanjutnya, lebih berpihak pada faktor manusia dan alamnya. Karena saat ini pembangunan dan kebijakan belum berpihak pada kedua hal tersebut.

Festival Kota Gadjah Mada 2102 akan dilangsungkan mulai besok, 12 Mei hingga 25 Mei mendatang. Dalam festival ini, akan dilangsungkan seminar, city campaign tentang isu-isu perkotaan, pameran kota, serta dialog dengan Kementerian Bappenas, Sultan DIY, dan Pemerintah DIY.

National Geographic Indonesia

Sumber : National Geographic Indonesia

Implan Mata Bionik Sembuhkan dari Kebutaan


Implan Mata Bionik Sembuhkan dari Kebutaan

Anda pasti ingat dengan serial televisi The Six Million Dollar Man dengan implan mata bioniknya. Kini mata bionik menjadi kenyataan dengan pemasangan mikrochip di belakang mata.
Adalah Chris James, warga Inggris yang merasakan mukjizat. Setelah satu dekade mengalami kebutaan, implan mata bionik menyebabkannya kembali bisa melihat.

Sekarang James mampu melihat bentuk maupun cahaya dengan microchip di bagian belakang matanya, dekat retina. Mikrochip 3 mm persegi ini dipasang di Universitas Oxford, dan bekerja setelah tiga pekan.

“Setelah sepuluh tahun dalam kegelapan, tiba-tiba terjadi ledakan cahaya terang,” katanya. Ia kemudian berharap pandangannya dapat menafsirkan apa yang ditunjukkan microchip dengan semakin baik.

James merupakan adalah satu dari dua pria Inggris yang pandangannya sebagian telah dipulihkan dengan implan retina perintis. Pria Inggris yang lain, Robin Millar, produsen musik yang paling sukses di Inggris, juga bernasib sama. Millar mengatakan ia telah bermimpi melihat warna untuk pertama kalinya.

Keduanya telah kehilangan penglihatan mereka karena kondisi retinitis pigmentosa (RP), akibat sel-sel fotoreseptor pada belakang mata secara bertahap berhenti bekerja.

Kisah mereka kini membawa harapan kepada 20 ribu warga Inggris dengan kondisi retinitis pigmentosa. Ini juga membawa harapan kepada setengah juta warga lain yang kondisi matanya terkena degenerasi makula, sebuah kerusakan pada inti retina.

Untuk memasang microchip tersebut, James menjalani operasi sepuluh jam di Rumah Sakit Mata Universitas Oxford. Operasi dilakukan untuk memasukkan lapisan microchip tipis di bagian belakang mata kirinya. Tiga minggu kemudian pasca operasi, microchip tersebut dihidupkan.

“Saat itu saya tidak tahu berharap apa, tapi saya mendapat flash dalam mata saya, Ini rasanya seperti seseorang mengambil foto dengan lampu kilat dan saya tahu saraf optik saya masih bekerja,” tutur James.

Microchip tersebut memiliki 1.500 piksel sensitif cahaya yang mengambil alih fungsi dari batang dan kerucut fotoreseptor retina.

Perangkat tersebut dibuat oleh Retina Implant AG dari Jerman, yang menghubungkan daya nirkabel yang ditanamkan di belakang telinga. Perangkat ini terhubung ke sebuah unit baterai eksternal melalui piringan magnetik pada kulit kepala.

Sensor cahaya akan dikonversi ke sinyal elektrik, kemudian sel dalam retina sebelum diproses dalam sebuah gambar. Pengguna dapat mengubah sensitivitas perangkat dengan tombol pada unit tersebut.

Dengan teknik ini, pandangan secara gradual kembali, dan memungkinkan pengguna melihat sesuatu dari jarak 20 kaki.

Salah satu tes pertama yakni melihatkan sebuah piring putih dan cangkir pada latar belakang hitam.

“Butuh waktu bagi otak saya untuk menyesuaikan diri dengan apa yang ada di depan saya. Tapi saya bisa mendeteksi kurva dan skema objek-objek ini,” kata James, yang bekerja untuk Swindon Council.

Ketiga ahli yang menjalankan percobaan ini yaitu Tim Jackson, seorang konsultan ahli bedah retina di College Hospital King dan Robert MacLaren, profesor ophthalmologi yang juga konsultan ahli bedah retina Universitas Oxford di Rumah Sakit Mata Oxford. Mereka mengatakan percobaan tersebut telah melampaui harapan dengan pasien sudah menggunakan kembali penglihatan mereka.

Kini, lebih dari sepuluh warga Inggris dengan RP akan dilengkapi dengan implan, yang juga sedang diuji di Jerman dan Cina.

“Sulit untuk mengatakan berapa banyak manfaat yang akan didapatkan setiap pasien, perawatan perintisan ini adalah pada tahap awal,” kata Jackson

“Meski ini merupakan langkah yang menarik dan penting ke depan, banyak dari mereka yang menerima perawatan ini telah kehilangan pandangan mereka selama bertahun-tahun. Dampaknya, mereka melihat lagi, bahkan jika perangkat tersebut bukan pandangan normal, bisa mendalam dan pada waktu yang singkat bergerak,” kata Jackson.

“Sejak beralih pada perangkat ini, saya dapat mendeteksi cahaya dan membedakan skema objek,” ucap Millar, yang mengalami kebutaan selama 25 tahun dalam album bukunya “Diamond Life Sade”.

“Saya bahkan telah memimpikan warna yang sangat jelas untuk pertama kalinya dalam 25 tahun. Jadi bagian dari otak saya yang telah tidur kini terbangun. Saya merasa ini sangat menjanjikan dan saya senang bisa berkontribusi terhadap warisan ini,” ungkapnya. | Sumber : DailyMail 

Seribuan Burung Mati Misterius di Pantai Peru


Seribuan Burung Mati Misterius di Pantai Peru

Sekitar 1.000 burung mati di pantai Peru. Sebagian besar adalah burung Pelikan. Tak hanya burung, lumba-lumba juga mati secara misterius di pantai itu.
Bangkai burung dan lumba-lumba itu berceceran di pantai Pasifik utara yang dekat dengan Ibukota Peru, Lima. Pantai itu biasanya selalu padat oleh wisatawan.

Sebenarnya, masa liburan di Peru telah berlalu. Namun, paantai itu tetap menarik perhatian wisatawan, baik lokal maupun internasioal, yang ingin berselancar.

Menurut laman BBC, Minggu 6 Mei 2012, Kementerian Kesehatan Peru telah meminta masyarakat setempat untuk tidak mendekati pantai hingga peringatan itu dicabut. Masyarakat diminta mengenakan sarung tangan, masker, dan perlengkapan pengaman lainnya saat memegang bangkai burung atau pun lumba-lumba.

Saat ini, proses penyelidikan peristiwa misterius itu tengah berlangsung. Dari pemeriksaan sementara, sejumlah lumba-lumba itu mati karena terserang virus. Epidemi virus serupa memang pernah mewabah di Peru pada masa lalu. Virus ini membunuh binatang yang ada di pantai Peru, Meksiko, dan Amerika Serikat.

Namun, hingga saat ini dinas kesehatan Peru belum mengetahui penyebab matinya ribuan burung di Peru itu. Salah satu teori yang bisa menjelaskan kemungkinan penyebab kematian burung-burung itu adalah pergeseran arus laut yang menyebabkan banyak ikan menjauh dari garis pantai. Sehingga burung-burung itu tak mendapatkan makanan sama sekali.

Sumber : Vivanews

Temuan Terbaru Penyebab Punahnya Dinosaurus


Temuan Terbaru Penyebab Punahnya Dinosaurus

Sebagian besar orang percaya dinosaurus terhapus dari bumi karena bencana dahsyat sekitar 65 juta tahun lalu, seperti zaman es, aktivitas gunung berapi, dan hantaman asteroid.
Tim peneliti menemukan dinosaurus punah secara bertahap. Penurunan jumlah mereka menurun secara pasti.

Studi yang dipimpin Museum Sejarah Alam Nasional Amerika memberikan jawaban berbeda untuk menjelaskan kejatuhan dinosaurus. Para ilmuwan ini berpendapat makhluk herbivora raksasa, seperti brachiosaurus mati secara perlahan selama 12 juta tahun terakhir pada periode Kapur. Periode ini berlangsung pada akhir periode Jura hingga awal Paleosen. Periode ini paling lama, mencakup hampir setengah era Mosozoikum.

Penemuan ini dipublikasikan pada 1 Mei 2012 dalam jurnal Nature Communications. Hasil riset menggagalkan gagasan dinosaurus hidup sehat dan bahagia sebelum diserang asteroid.

“Apakah gunung meletus atau hantaman asteroid terjadi saat kondisi dinosaurus masih prima? Kami menemukan persoalan ini lebih kompleks dari itu. Mungkin tidak disebabkan oleh bencana tiba-tiba yang biasa digambarkan,” ujar penulis utama penelitian, Steve Brusatte  yang juga alumnus pascasarjana Universitas Columbia, Amerika Serikat seperti dikutip dari laman Dailymail.co.uk.

Menurut Brusatte, herbivora purba ini sudah terancam punah sebelum hantaman terjadi. Tapi, dinosaurus dan herbivora berukuran sedang tidak bermasalah. Dalam berbagai kasus, lokasi keberadaan dinosaurus menentukan kepunahan.

Penemuan ini didapat berdasarkan “morfologi disparitas” atau keragaman tipe struktur tubuh dinosaurus. Sementara riset sebelumnya berbasis waktu perubahan jumlah dinosaurus.

Ilmuwan Universitas Ludwig Maximilian, Munich, Jerman, Richard Butler menjelaskan studi membandingkan tipe tubuh dinosaurus dapat memberikan penjelasan lebih baik.

Dinosaurus memiliki perbedaan besar satu sama lain. Ada ratusan spesies hidup pada akhir periode Kapur. Perbedaan besar dinosaurus terletak pada pola makan, bentuk, dan ukuran. Setiap kelompok berkembang dengan cara yang berbeda pula.

Riset menemukan dinosaurus herbivora, hadrosaurus dan ceratopsids, telah mengalami penurunan keragaman hayati sejak 12 juta tahun sebelum akhirnya musnah.

Menurut Maximilian, periode akhir Kapur bukan dunia statis yang diganggu hantaman asteroid.

“Beberapa dinosaurus mengalami perubahan dramatis selama beberapa waktu. Herbivora besar diperkirakan telah menghadapi penurunan jumlah dalam jangka panjang,” imbuhnya.

Sumber : Vivanews

Black Hole Membunuh Bintang


Black Hole Membunuh Bintang

Tidak perlu masuk ke dalam black hole (lubang hitam), berdekatan saja berbahaya. Para ahli astronomi mengumpulkan bukti langsung yang menunjukkan lubang hitam dapat menghancurkan bintang yang berada terlalu dekat.
Tim Eksplorasi Evolusi Galaksi NASA, observatorium angkasa luar, dan teleskop Pan-STARRS1  pada pertemuan di Haleakala, Hawaii membantu mengidetifikasi bangkai bintang.

Lubang hitam lebih berat sekitar miliaran dibanding matahari. Monster luar angkasa ini terlihat tenang sebelum memangsa korban seperti bintang. Kekuatan gravitasi lubang hitam siap menghancurkan bintang yang mulai berada terlalu dekat.

Ini bukan kali pertama pakar astronomi melihat pembunuhan bintang. Tapi, kali ini kali pertama mereka berhasil mengetahui identitas korban.

Pemimpin astronom, Suvi Gezari mengidentifikasi korban sebagai bintang yang kaya kandungan helium. Bintang ini berada di galaksi sekitar 2,7 miliar tahun cahaya. Hasil penemuan ini dimuat pada jurnal Nature edisi online.

“Ketika bintang dihancurkan hingga berkeping-keping oleh kekuatan gravitasi lubang hitam, beberapa bagian bintang jatuh ke dalam lubang hitam. Sisanya dikeluarkan dengan kecepatan tinggi,” ujar astronom dari Universitas Johns Hopkins, Amerika Serikat, seperti dikutip dari laman Nasa.gov.

Ilmuwan ini mengumpulkan bukti gas hidrogen dan helium dari TKP. Hidrogen dari bintang yang mengelilingi lubang hitam merupakan pecahan yang dihisap lubang ini sebelumnya. Pada saat itu, bintang ini mungkin tengah sekarat.

Setelah mengonsumsi sebagian besar bahan bakar hidrogen, dia mungkin telah membengkak menjadi raksasa merah. Para astronom menduga bintang membengkak itu mengitari lubang hitam dalam orbit melingkar, seperti orbit komet mengelilingi matahari.

Astronom memprediksi korban itu dibantai ketika mengelilingi lubang hitam pada galaksi Bimasakti. Pertemuan jarak dekat ini jarang terjadi, sekitar 100.000 tahun sekali.

Untuk mendeteksi peristiwa ini, tim Gezari memantau ratusan ribu galaksi dengan sinar ultraviolet menggunakan Pan-STARRS1. Telekskop ini digunakan untuk mengamati berbagai fenomena langit malam.

Sumber : NASA

Produk Microsoft Diblokir di Jerman


Produk Microsoft Diblokir di Jerman

Pengadilan di Mannhein Jerman memutuskan bahwa Motorola melanggar paten yang dimiliki Motorola Mobility. Atas putusan ini, Microsoft pun dilarang untuk menjual konsol Xbox 360 dan sistem operasi Windows 7 dari pasar Jerman.
Hakim Holger Kircher menyebut Microsoft melanggar kesepakatan dengan Motorola, dalam menggunakan software video-compression dalam sejumlah produk. Ini termasuk yang ada di Windows 7 dan Xbox.

Minggu lalu, hakin di Komisi Perdagangan Internasional juga menyebut Microsoft melanggar paten Motorola Mobility untuk teknologi koneksi internet nirkabel (wireless internet connection) dan video compression to speed transmission.

Kasus Mannheim ini juga terkait dengan perang paten besar-besaran, yang sedang diperjuangkan Apple, Microsoft, dan produsen perangkat yang menggunakan sistem operasi Android buatan Google.

Sebelumnya, seperti dikutip Reuters, pengadilan Jerman pernah memaksa Samsung untuk menghentikan penjualan Galaxy Tab 10.1. Ini dilakukan setelah pengadilan memutuskan Galaxy Tab melanggar paten Apple.

Sejumlah perusahaan teknologi memang telah menginvestasikan miliaran dolar untuk menambah portofolia patennya. Dengan demikian, koleksi paten ini bisa dipakai untuk menyerang atau bertahan, dalam perang paten yang mereka lakukan. Motorola Mobility yang memiliki banyak paten juga saat ini masih dalam proses peralihan setelah diakuisisi Google.

Berdampak Kecil

Hasil putusan pengadilan hari ini diprediksi tidak terlalu berpengaruh bagi Microsoft. Sebab, operasi perusahaan yang didirikan Bill Gates ini sudah mulai berpindah dari Jerman ke Belanda. Ini memang dilakukan Microsoft sebagai antisipasi putusan pengadilan yang merugikannya.

“Motorola dilarang untuk melakukan langkah apapun dari putusan hari ini. Dan bisnis kami di Jerman akan lanjut seperti biasa selagi kami banding putusan ini dan meminta isu yang lebih mendasar terkait janji yang tak ditepati Motorola,” demikian pernyataan Microsoft terkait putusan pengadilan.

Saat ini Microsoft berada di peringkat tiga pangsa pasar sistem operasi. Microsoft yang hanya menguasai 5 persen pangsa pasar kalah oleh sistem operasi Android milik Google dan iOS milik Apple.

Sumber : Vivanews

Cina Luncurkan Dua Satelit Navigasi Beidou


Cina Luncurkan Dua Satelit Navigasi Beidou

Cina kembali memperlihatkan kemajuan di bidang teknologi antariksa. Dua satelit diluncurkan negeri itu untuk melengkapi navigasi dan posisi jaringan satelitnya di luar angkasa.

Mengutip laman BBC, dua satelit yang diluncurkan itu akan membawa sistem Beidou. Sistem yang kini berjumlah 13 satelit ini akan beroperasi menjangkau seluruh kawasan Cina.

Untuk memiliki jangkauan global, Cina pun menargetkan akan memiliki 35 satelit di tahun 2020. Dengan satelit Beidou ini, Cina berharap tidak lagi bergantung kepada US Global Positioning System.

Sama seperti sistem GPS ala Amerika Serikat, sistem Cina didesain untuk memungkinkan penggunanya tahu posisi mereka. Beidou yang juga dikenal sebagai “Kompas”, telah dikembangkan untuk kepentingan militer dan sipil.

Dua satelit itu diluncurkan Senin pagi kemarin di Pusat Peluncuran Satelit Xichang, barat daya provinsi Sichuan. Berdasarkan laporan Xinhua, satelit itu dibawa roket Long March-3B.

“Dua satelit akan membantu untuk meningkatkan tingkat akurasi Beidou atau sistem Kompas,” tulis pernyataan Pusat Peluncuran Satelit Xichang, seperti ditulis Xinhua.

Proyek Rusia dan Eropa

Dengan peluncuran ini, Beidou menjadikan Cina negara ketiga di dunia yang memiliki sistem navigasi sendiri. Dua negara lain adalah musuh bebuyutan ketika Perang Dingin berlangsung, Amerika Serikat dan Rusia.

Rusia sendiri memiliki 31 jaringan satelit Glonass yang mengorbit. Namun hanya 24 yang beroperasi. Empat satelit sudah tidak digunakan, satu dalam masa uji coba, sedangkan dua yang lain dalam perbaikan.

Badan Antariksa Rusia, Roscosmos, mengatakan Rusia merencanakan untuk menginvestasi US$ 694 juta untuk sistem Glonass di tahun ini. Deputi Perdana Menteri Vladislav Surkov juga pernah mengatakan lebih dari 300 miliar Rouble atau US$ 10,2 miliar dianggarkan untuk pengembangan Globass, yang akan mengaktifkan operasional 30 satelit di tahun 2020.

Eropa juga dikabarkan sedang membangun sistem navigasi yang dinamakan Galileo. Saat ini Galileo memiliki dua satelit yang mengorbit, yang diluncurkan Oktober tahun lalu. Dua satelit lain masih dalam jadwal untuk diluncurkan dalam beberapa tahun mendatang.

Proyek luar angkasa Komisi Eropa merencanakan akan mengorbitkan 26 satelit Galileo di akhir tahun 2015.

Perilaku Gunung Api di Indonesia Berubah


Perilaku Gunung Api di Indonesia Berubah

Kepala Pusat  Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMB, Surono, mengatakan perilaku gunung api di Indonesia banyak yang mengalami perubahan. Gunung api alami perubahan dari perkiraan waktu letusan, maupun sisi keaktifan.

Di antara gunung api yang berubah tersebut  adalah Gunung Merapi, Kelud,  Sinabug,  Guntur, dan Lokon.

“Perubahan pola perilaku ini memang ada yang mengatakan terkait dengan gempa Aceh 2004 lalu, yang memengaruhi peningkatan aktivitas di dunia,” ujar Surono, seusai Paparan Riset Gempa dan Gunung Api Indonesia di Kantor COREMAP LIPI, Jakarta Pusat, Selasa 1 Mei 2012. Surono sendiri tidak memungkiri hal tersebut.

Surono melanjutkan, Gunung Kelud dan Gunung Merapi menjadi perhatian karena berdasarkan pantauan dan penelitian, dua gunung itu mengalami perubahan pola aktivitas. “Kelud sekarang ekslusif dan Merapi kini magmanya sudah terisi kembali,” tambah lelaki yang akrab dipanggil Mbah Rono ini.

Surono juga mengaku kaget dengan perubahan dari aktifitas Gunung Lokon yang dinamis. Sebelumnya, Surono memprediksikan Gunung Lokon akan lama meletusnya. Namun prediksinya meleset, tanggal 26 April aktivitas gunung tersebut meningkat lagi.

“Lokon siklus meletusnya dua sampai empat tahun,” ucapnya.

Surono menambahkan bahwa letusan gunung api di masa lalu juga bukan menjadi patokan bagi letusan di masa mendatang. Untuk mengantisipasi perubahan pola aktivitas gunung api di Indonesia, pihaknya akan terus intensif memantau perkembangan gunung api.

Hasil riset tersebut merupakan hasil kerjasama antara peneliti LIPI, Kemenristek, Japan Science and Technology (JST), Japan International Cooperation Agency (JICA).

Bintang yang Menjadi Pesaing Matahari


Bintang yang Menjadi Pesaing Matahari

Bintang yang menjadi pusat lima planet ini akan menjadi pesaing tata surya. Jika berhasil dikonfirmasi, bintang serupa matahari ini akan menetapkan rekor baru planet di luar tata surya yang pernah ditemukan.
Bintang ini yang disebut HD 10180 berlokasi sejauh 127 tahun cahaya dari bumi. Pada studi yang dipublikasikan Agustus 2010, para ahli astronomi mengidentifikasi lima benda langit asing dan dua kandidat planet.

Studi saat ini mengonfirmasi kandidat sebelumnya dalam sistem HD 10180. Dua planet lain diduga mengorbit bintang ini. Ini bisa membawa perhitungan hingga sembilan planet, seperti yang ditulis ahli astronomi Universitas Hertfordshire, Inggris, Mikko Tuomi.

Sebagai perbandingan, sistem tata surya kita memiliki delapan planet resmi. “Data menunjukkan bahwa tidak hanya tujuh, tetapi mungkin sebanyak sembilan planet dalam sistem,” kata Tuomi

Sumber : Space.com