Hari Ini Indonesia-Australia Kerjasama Iptek


Hari Ini Indonesia-Australia Kerjasama Iptek

Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) telah menjalin kerjasama penelitian dengan berbagai universitas dan lembaga asing. Hari ini, Senin 28 Mei 2012 Kepala LIPI, Prof. Dr. Lukman Hakim dengan Wakil Rektor Universitas Queensland (UQ) Australia, Prof. Deborah Terry menandatangani kerjasama Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) antara dua pihak.
Kerjasama LIPI dan UQ meliputi proyek penelitian bersama, pengembangan staf, hingga program studi pasca sarjana.

“Ada juga pertukaran ilmuwan, penyelenggaraan kerjasama seminar maupun workshop, dan bentuk kerjasama lain yang disetujui dua belah pihak,” ujar Kepala LIPI, Prof. Dr. Lukman Hakim dalam pernyataan tertulisnya.

Lukman mengatakan Nota Kesepahaman berlaku dalam jangka waktu 5 tahun. Kerjasama ini dapat diperpanjang dan diperbarui lagi setelah tinjauan pada akhir periode.

“Maksud kerjasama tersebut untuk mempromosikan kegiatan ilmiah LIPI ataupun UQ melalui penelitian dan berbagai jenis pertukaran lainnya,” imbuhnya.

Proyek kerjasama LIPI-UQ ini meliputi hampir semua bidang keilmuan, termasuk bidang penelitian dasar seperti ilmu alam, ilmu teknik, dan ilmu sosial.

“Kerjasama akan diprioritaskan dalam bidang strategis yang sejalan antara kedua belah pihak,” ujar Lukman.

Menurut Kepala Bagian Kerjasama BKPI LIPI, Nur Tri Aries Suestiningtyas, penjajakan kerjasama dimulai ketika kunjungan UQ berlangsung ke LIPI. Kerjasama teknologi akan dilakukan dengan pengiriman dosen UQ untuk mengajar para ilmuwan LIPI.

Kerjasama dengan UQ akan menitikberatkan pada penelitian untuk temuan baru dan bioteknologi. Pihak UQ juga mengunjungi pusat penelitian bioteknologi LIPI di Cibinong. Kerjasama ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pada kemajuan Iptek bagi bangsa Indonesia

Sumber : Vivanews

Australia jadi Saksi Punahnya Kelelawar Ini


Australia jadi Saksi Punahnya Kelelawar Ini

Christmas Island, bagian dari teritori Australia di Samudra Hindia, tidak lagi memiliki spesies kelelawar Christmas Island pipistrelle (Pipistrellus murrayi). Spesies ini terakhir kali didokumentasikan pada Agustus 2009 dan sejak itu tidak lagi ada penampakannya.

Menurut jurnal di Conservation Letters, kelelawar ini dipastikan sudah punah setelah tidak ada tindakan apa pun dari Pemerintah Australia untuk mencegah penurunan jumlahnya. Dengan demikian, kelelawar ini jadi mamalia pertama yang punah di Negeri Kangguru dalam 50 tahun terakhir.

Christmas Island pipistrelle – mamalia mungil hanya seberat uang koin – diketahui memakan serangga. Cara hidupnya dengan bertengger di cekungan pohon dan vegetasi yang membusuk. Beberapa dekade lalu, hewan ini diketahui hidup menyebar di Christmas Island, bergerombol sebanyak 50 individu atau lebih.

“Belum diketahui apa dampak ekologi jangka panjang punahnya pipistrelle, tapi hilangnya mereka akan berujung pada bertambahnya jumlah serangga,” kata Tara Martin dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), Rabu (23/5).

Jumlah pipistrelle di Chirstmas Island sempat melimpah sebelum pertengahan 1980-an. Namun, selepas masa itu, jumlahnya mengalami penurunan drastis dengan kehilangan yang nampak mencolok. Tak ada lagi komunitas mereka di habitat yang biasa ditemui. Data antara tahun 1994 hingga 2006, menyebut jika populasi pipistrelle menurun hingga 80 persen.

Pada Januari 2009, sebuah ekspedisi menemukan hanya empat individu pipistrelle di satu pohon yang sama. Pengamat kelelawar Lindy Lumsden menyatakan saat itu sudah ada peringatan yang dikeluarkan untuk Pemerintah Australia. “Jika angka penurunan ini terus bertahan, maka kemungkinan spesies in akan punah pada enam bulan ke depan,” demikian bunyi peringatan Lumsden saat itu.

Lumsden baru mendapat izin menangkap dan menangkar pipistrelle pada Agustus 2009. Tapi lamanya rentang waktu perizinan membuat pipistrelle ini gagal selamat dari kepunahan. Selama empat pekan melakukan survei lokasi, Lumsden dan timnya hanya menemukan satu indvidu pipistrelle. Itu pun tidak bisa mereka tangkap hingga akhirnya tidak terlihat sama sekali pada 26 Agustus 2009.

Belum diketahui secara pasti penyebab punahnya mamalia ini. Hanya ada perkiraan berupa hadirnya spesies ular sebagai predator dan invasi dari semut kuning. Selain itu dipertimbangkan pula adanya penyakit yang menyebar meski belum ditemukan bukti yang menguatkan perkiraan terakhir ini.

Sumber: Mongabay

Tata Kota Humanis, Seimbang di Segala Bidang


Tata Kota Humanis, Seimbang di Segala Bidang

Indonesia membutuhkan perencanaan kota yang humanis. Keseimbangan faktor ekonomi, sosial, dan budaya menjadi kunci keseimbangan pembangunan kota. “Pembangunan saat ini cenderung hanya mementingkan aspek ekonomi, tanpa memperhatikan faktor sosial dan budaya. Bahkan, aspek alam pun seringkali diabaikan,” ujar Dosen Jurusan Aristektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, T Yoyok Wahyu Subroto dalam jumpa pers Festival Kota Gadjah Mada 2012 di UGM, Jumat (11/5).

Pembangunan yang tidak humanis, lanjutnya, akan menyebabkan konflik sosial dan krisis lingkungan. Fenomena ini membuat kondisi masyarakat terutama di perkotaan menemui kegagalan dalam menciptakan kehidupan yang manusiawi (humanis). Salah satu perencanaan kota yang tidak humanis adalah kecepatan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian. Perubahan lahan menjadi pemukiman menjadi contohnya.

Pemukiman, papar Yoyok, menjadi trend pembangunan saat ini. Akibatnya, harga–harga tanah melambung tinggi. “Seperti di Yogyakarta, harga tanahnya termahal kedua di antara Bali dan Jakarta,” tambahnya.

Pembangunan pemukiman tak jarang menutupi tanah-tanah yang seharusnya tidak boleh ditutupi oleh bangunan yang menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem di bawahnya. Tak hanya itu, persoalan irigasi dan sanitasi juga menjadi dampak pemukiman. “Salah satu akibat yang lebih parah lagi adalah petani berubah menjadi buruh tani karena lahan mereka sudah hilang,” paparnya.

Fenomena perencanaan kota yang tidak humanis adalah berkurangnya ruang publik yang kini dijadikan ruang privat. Padahal sangat penting melakukan perencanaan kota yang menciptakan ruang nyaman dan efektif dalam mendukung kegiatan penduduknya. ”Masih sangat diperlukan kajian-kajian atau riset tentang perencanaan kota. Keterlibatan antara pemerintah dan akademisi pun masih perlu ditingkatkan.”

Ketua Pelaksana Festival Kota Gadjah Mada 2012 Wildan Abdurrahman pun tak menampik jika kota sangat membutuhkan perencanaan yang humanis. Humanis di sini, lanjutnya, lebih berpihak pada faktor manusia dan alamnya. Karena saat ini pembangunan dan kebijakan belum berpihak pada kedua hal tersebut.

Festival Kota Gadjah Mada 2102 akan dilangsungkan mulai besok, 12 Mei hingga 25 Mei mendatang. Dalam festival ini, akan dilangsungkan seminar, city campaign tentang isu-isu perkotaan, pameran kota, serta dialog dengan Kementerian Bappenas, Sultan DIY, dan Pemerintah DIY.

National Geographic Indonesia

Sumber : National Geographic Indonesia

Teknopolis, Gedung Berbasis Iptek Dibangun di Indonesia


Teknopolis, Gedung Berbasis Iptek Dibangun di Indonesia

Untuk menumbuhkembangkan wirausaha dan usaha berbasis teknologi, inkubasi teknologi menjadi salah satu strategi penting. Strategi ini bisa menjadi alat untuk mengakselerasi tingkat adopsi inovasi teknologi melalui mekanisme alih teknologi secara korporat. Khususnya untuk produk-produk hasil penelitian.

Strategi ini dijalankan Indonesia melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan membangun Gedung Inkubator Tekhnologi di Cibinong Science Center, Bogor, Jawa Barat. Pembangunannya dimulai Jumat pagi (11/5) dengan peletakan batu pertama secara simbolis.

Teknopolis atau technology park, sebutan gedung ini, telah didirikan di beberapa negara. Selain sebagai gedung berbasis tekhologi, Teknopolis juga jadi jembatan interaksi antara institusi penelitian dan akademisi dengan pihak industri.

Menurut Kepala LIPI Lukman Hakim, strategi penting dalam meningkatkan daya saing nasional adalah dengan memperpendek kesenjangan interaksi antara institusi penelitian dengan pihak industri. Namun, hal ini mengalami kendala dalam hal proses alih teknologi dari institusi sebagai pusat keilmuan kepada pengguna akhir.

Untuk mengatasinya, kata Deputi Jasa Ilmiah LIPI Fatimah Padmadinata, diperlukan sistem ketatalaksanaan yang tepat antara sumber iptek dan pengguna menurut format efektif dalam berkomunikasi. “Science and Technology Park merupakan salah satu jawaban untuk mengurangi permasalahan ini,” kata Fatimah.

Dalam Teknopolis ideal, terdapat inkubator teknologi dan harus memberikan asistensi untuk menghindari tiga kendala utama. Yakni dana inkubasi, riset, dan informasi untuk membentuk sebuah idustri skala kecil berbasis teknologi.

National Geographic Indonesia

Sumber :  National Geographic Indonesia

‘Touche’ Membuat Benda Berpikir dengan Sentuhan


Membuat Benda Berpikir dengan Sentuhan

Sejumlah aplikasi berbasis sentuhan berpotensi dikembangkan dengan teknologi sensing baru bernama ‘Touche’. Teknologi yang dikembangkan Disney Research dan Carniegie Mellon University ini merupakan sebuah bentuk sensing sentuhan kapasitif. Prinsip yang sama yang mendasari berbagai tipe layar sentuh yang digunakan pada kebanyakan ponsel pintar.

Bedanya teknologi ini memonitor sinyal-sinyal kapasitif pada rentang frekuensi yang luas. Tidak hanya sinyal elektris pada satu frekuensi seperti yang berlaku pada teknologi layar sentuh kebanyakan.

Teknologi ini memungkinkan ponsel pintar membisukan dirinya sendiri, misalnya jika pemiliknya meletakan jari telunjuk di bibir. Hal itu dimungkinkan dengan Swept Frequency Capcitive Sensing (SFCS), yang memicu terjadinya reaksi tidak hanya saat terjadi sentuhan, tapi mampu mengenali konfigurasi kompleks dari tangan atau tubuh yang melakukan sentuhan.

SFCS dapat meningkatkan kegunaan benda sehari-hari dengan hanya menggunakan satu elektroda sensing. Bahkan ada kalanya, seperti dalam kasus gagang pintu atau objek-objek konduktif lainnya, objek itu sendiri yang berperan sebagai sensor tanpa perlu dimodifikasi. Bahkan tubuh manusia atau air pun bisa menjadi sensor.

Signal frequency sweeps sudah digunakan selama puluhan tahun dalam komunikasi nirkabel, namun sejauh yang kami tahu, belum ada penerapannya dalam interaksi sentuhan,” kata Ivan Poupyrev, ilmuwan peneliti senior di Disney Research, Pittsburgh.

“Akan tetapi, dalam eksperimen di laboratorium kami, kami dapat menambahkan sensitivitas sentuhan pada berbagai objek. Saat dipadukan dengan teknik pengenalan gestur, Touche menunjukan tingkat pengakuan mendekati 100 persen. Hal itu menunjukan bahwa teknologi ini bisa digunakan untuk menciptakan cara baru bagi manusia untuk berinteraksi dengan berbagai objek dan dunia secara luas,” kata Poupyrev.
Sumber: NDTV Gadget

Pesaing T-rex Ditemukan di Australia


Pesaing T-rex Ditemukan di Australia

Australia seperti memiliki ekosistem tersendiri. Binatang khas yang tinggal di sana sulit ditemukan di tempat lain. Selain koala dan kangguru, ilmuwan menemukan pecahan kecil tulang dinosaurus.
Penemuan ini mengantar teori baru dinosaurus yang mendiami Australia sama dengan belahan dunia lain.

Pakar paleontologi, Erich Fitzgerald menyatakan fosil tulang pergelangan berukuran 2,5 inci itu ditemukan di San Remo area Victoria, Melbourne, Australia. Penemuan paleontologis amatir pada 2009 ini mengubah cara berpikir mengenai penyebaran dinosaurus di dunia.

Tulang itu berasal dari spesies karnivora yang dikenal bernama ceratosaurus. Binatang ini hidup di Australia sejak 125 juta tahun lalu. Fitzgerald mengatakan tulang ini menandakan ada predator selain tyrannosaurus rex dan allosaurs yang telah terkenal lebih dulu. Dua dinosaurus buas itu juga ditemukan di Australia.

“Dinosaurus yang kami lihat ini tidak seaneh koala modern dan kangguru dalam skala global,” ujar Fitzgerald kepada AFP.

“Berbeda dengan binatang modern yang kita lihat di Australia, dinosaurus pemakan daging di Australia ini mewakili kelompok  tersebar di penjuru dunia sebelum benua terpisah,” imbuhnya seperti dikutip dari Dailymail.co.uk.

Ceratosaurus merupakan dinosaurus pemakan daging yang tergolong kecil. Dia dapat tumbuh hingga setinggi satu hingga dua meter.

Australia dulu menjadi bagian dari benua super Gondwana yang pecah pada 80 hingga 130 juta tahun lalu. Australia terpisah dengan bagian lain dan terseret ke  selatan. Bagian lain menjadi Antartika dan India.

“Isolasi ini berperan penting dalam pembentukan fauna dinosaurus di Australia,” ujar Fitzgerald.

Ceratosaurus dan penemuan lain menunjukkan beberapa kelompok dinosaurus tinggal di Australia. Para dinosaurus ini hidup pada zaman Jurassic. Pada 170 juta tahun lalu dinosaurus dapat berjalan melintasi dua benua.

“Hingga kini, kelompok dinosaurus secara misterius absen dari Australia. Tapi, sekarang kami dapat mengonfirmasi distribusi global mencapai daerah ini,”  imbuhnya.

Jejak dinosaurus sulit terlacak di Australia karena beberapa hal. Benua yang besar ini tidak memiliki banyak ahli paleontologi yang menyelidikinya.

Ketika dinosaurus menguasai dunia, Australia ditutup air dangkal. Kondisi ini menyebabkan penyimpanan fosil tulang tidak sebaik di daerah iklim kering.

Wilayah ini juga memiliki sedikit formasi gunung dalam beberapa ratus tahun terakhir. Bentukan ini membantu mengaduk permukaan dan memperlihatkan tulang kepada para pemburunya.